Workshop Tenun Sumba di Best Angkat Peran Emansipasi Wanita Penenun dan Kearifan Lokal

By Abdi Satria


nusakini.com-Best- Berkolaborasi dengan KBRI Den Haag, Stichting Hibiscus menggelar rangkaian kegiatan dalam rangka “Bulan Budaya Indonesia" yang diadakan setiap tahun di Kota Best, Belanda. Salah satu kegiatan tersebut adalah “Workshop Tenun Sumba" di De Bibliotheek Best  bertepatan dengan Hari Kartini.

Betty T. Sari, pemerhati wastra Indonesia yang mengisi workshop tersebut, menjelaskan bahwa dalam masyarakat Sumba, wanita dengan kuku bertelau biru artinya adalah wanita ideal, karena dia pandai menenun dan pekerja keras. Selain mengurus rumah tangga, ia juga pencari nafkah. Kuku tangan berona indigo karena tekun menenun pekan demi pekan, di sela pekerjaan mulia mengurus anak dan rumah tangga.

Sejak merebaknya pandemi Covid-19, sumber penghasilan wanita di Sumba dari menenun menurun drastis. Untuk itu, pemerintah daerah di NTT bekerja sama dengan sejumlah universitas di Indonesia dan Belanda telah melakukan pembinaan terhadap lebih dari 15 desa penghasil tenun Sumba ini. Pembinaan ini dilakukan untuk memelihara keaslian cara dan tradisi menenun serta motifnya yang masing-masing memiliki makna tersendiri.

Peserta workshop di Best diberikan pemahaman bahwa dibalik indahnya Tenun Sumba, terdapat peran emansipasi wanita yang sangat penting di masyarakat Sumba. Betty juga menjelaskan tentang kualitas tenun Sumba yang keseluruhan prosesnya berasal dari kearifan lokal dan 100% dibuat dari bahan alami. Dalam workshop, peserta juga mencoba untuk menggambar corak Tenun Sumba yang khas.(rls)